Kebiasaan atau kebenaran?



Di dalam kehidupan bermasyarakat terkadang kita melihat prilaku atau perbuatan orang lain yang sudah dianggap biasa namun sebenarnya hal itu bukan hal yang baik, atau mungkin diri kita juga pernah melakukan perbuatan yang kita anggap sepele karena tak merugian orang lain secara materi atau psikis, namun sebenarnya perbuatan yang kita lakukan itu tidak baik dan perbuatan yang salah. Kebiasaan buruk ini terjadi dimana mana “toh ngga ada yang melarang  ngga sanksi yang berat ya paling cuma di tegur dan ngga dosa” begitulah ucapan yang terlontar dari mulut kebanyakan orang mereka merasa perbuatannya hanya perbutan sepele ga merugikan orang lain Suatu tindakan yang semula dianggap salah (tabu) karena sudah biasa terjadi di masyarakat kita, seolah-olah merupakan hal yang benar.
 
Disinilah bodohnya kita yang melakukan perbuatan yang dianggap biasa itu dan kita yang melihat orang lain melakukan perbuatan yang salah namun enggan menegur bahwa perbutan itu tidak baik entah karena kita juga menganggap perbutan itu sudah biasa jadi tak perlu di perhatikan atau mungkin hati kita sebenarnya ingin menegurnya namun rasa malu menyampaikannya karena hal itu sudah menjadi kebiasaan orang banyak.

Coba kita tengok di tempat-tempat keramain kita ambil contoh di stasiun kereta, dimana terdapat banyak manusia yang bermacam-macam dari segi usia, penghasilan, tingkat pendidikan, budaya dan lainnya. Ada saja perilakunya ya memang hal itu sudah dianggap lumrah oleh kebanyakan orang diantara puluhan bahkan hingga ratusan penumpang. 

Seorang ibu menunggu kereta sambil membawa anaknya yang sedang minum air mineral yang dibelinya setelah habis diminumnya si anak membuang botol bekas minumnya ke jalan tak ada komentar sedikitpun dari sang ibu yang melihat perbuatan anaknya dan orang sekitarnya pun diam seribu bahasa mengabaikan tindakan si anak yang “sepele” seperti tak melihat apa-apa, kalau dibiarkan terus menerus si anak akan melakukannya hingga dewasa wah gawat sekali ya? padahal tak kurang dari dua meter berdirinya si anak ada tempat sampah yang memang disedikan pihak stasiun. Eemm mengapa hal itu bisa terjadi?

Sekarang di area stasiun perokok dilarang merokok  dan sudah disediakan tempat khususnya tapi tetap saja ada yang bandel tidak peduli peraturan yang ada. Para perokok  seperti orang yang sedang dimabuk asmara padahal dia berada di stasiun, kenapa demikian ada? Ada istilah berbunyi  “dunia seperti miliknya berdua” berdua dengan rokok maksudnya. Dia mengabaikan orang disekitarnya yang perokok pasif seperti bayi, anak-anak, perempuan, dan aye juga didalamnya, namun sudah dianggap suatu kebiasaan yang lumrah, orang-orang sekitar yang melihat prilaku tersebut nampaknya tak peduli. Woow kenapa ko begitu?

Ada juga orang yang membuang ludah di stasiun, “ko ngga boleh? Tu kan hak gua mulut-mulut gue ngapain di permasalahin, lagian ga ada orang yang di rugikan dan engga dosa ko ?” begitu katanya. Ungkapan itu memang ada benarnya juga, tapi kalau berpikir dari sisi orang lain perbuatan tersebut yang sepele bisa jadi salah, makanya kalau berpikir lihat secara subjektif dulu adakah sisi baik dan buruknya bagi orang lain. Seperti biasa tak satupun orang disekitarnya yang menegur perbuatan tersebut, “emang orang-orang sekitarnya tidak bisa ngomong ya ?”, ternyata bukan bisa tidak bisa bicara masalahnya tapi perbuatan itu sudah dianggap sepele. Oh begitu ya…

Ini merupakan contoh-contoh kecil yang terjadi di dunia banyak lagi hal semacam ini yang lebih besar yang sampai kepada kepentingan Negara, organsisasi tertentu istilahnya si “kongkalikong” atau istilah kerennya “konspirasi” banyak sekali contoh dari kebiasaan buruk yang dianggap benar, entah sudah membudaya contoh lagi seperti membuang sampah ke kali, memberikan uang tip ke petugas pembuatan KTP, SIM dengan dalih agar dipermudah. 

Tindakan seperti yang di jabarkan di atas banyak terjadi dimana-mana di terminal, di jalan-jalan, kantor, kampus bahkan di area mesjid yang notabende tempat ibadah, eem dari mana segi mananya orang-orang Indonesia dikatakan sopan-santun, ramah-tamah? Mungkin orang-orang kita zaman dahulu memang prilakunya menjunjung tinggu sopan-santun, tapi sekarang sepertinya semakin hari semakin memudar. Tapi jangan kuatir basih banyak ko orang-orang Indonesia yang nilai sopan-santunya masih kuat terbukti para turis mancanegara mengenggap orang Indonesia sopan-sopan, ramah-ramah. 

Nyok kite mulai dari diri sendiri dulu, jangan melakukan kebiasaan yang buruk sekecil apapun dari bungkus permen, jangan di buang dijalan, contohkan pada lingkungan kita hidup yang benar bukan membudayakan kebiasaan buruk.

Bila melihat seseorang membuang botol minum di sembarang tempat dan kita tahu di dekat situ ada tempat sampah, langkah pertama adalah ambil sampah tersebut kemudian buanglah ke tempatnya secara tak langsung kita mengajarkan pada orang di sekitarnya bahwa “ini loh yang benar” orang yang membuang sampah tadi pasti akan malu dengan perbuatannya, InsyaAlloh tidak bakal di ulanginya lagi, nasehati orang lain dengan perbuatan contoh langsung karena kalau melalui kata-kata biasanya orang merasa di gurui.

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah* pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS Al Zalzalah : 7-8)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun surat Al Insaan ayat 8 kaum Muslimin menganggap bahwa orang yang bershadaqah sedikit tidak akan memperoleh pahala dan menganggap pula bahwa orang yang berbuat dosa kecil seperti berbohong, mengumpat, mencuri penglihatan dan sebangsanya tidak tercela serta menganggap bahwa ancaman api nereka dari Allah disediakan bagi orang yang berbuat dosa besar. Maka turunlah ayat ini (99:7-8) sebagai bantahan terhadap anggapan mereka itu, (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa'id bin Jubair.)

*Diriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Abbas radiyallahu 'anhuma, bahawa ia berkata : "Jika engkau meletakkan tangan ke tanah kemudian engkau menghembuskannya, maka debu yang bertebaran itulah yang disebut dzarrah"

Kita sebagai manusia yang di berikan hati oleh Alloh Swt seharusnya dapat mempergunakannya dengan sebaik-baiknya hati nurani sesorang sadar tidak sadar bisa membedakan mana perbuatan yang benar dan salah, kebiassan yang baik dan kebiasaan yang buruk jangan mengikuti nafsu yang condong pada hal yang kurang baik. Jangan membenarkan yang  biasa tapi biasakanlah yang benar.
Semoga bermanfaat xD

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasionalitas Akal Mencari Tuhan

Tak menjamah Puncak Gunung Kencana. Puncak Pass pun tak Mengapa

Peta Perjalannya Manusia (bagian 1)