Gowes Spesial Melalui Jalur Antaberantah (Bagian satu)


Gowes kali ini mengajarkan arti kehidupan dan mengiatkan akan kematian. Sebab batasan fisik sudah diambang batas. Tak tahu apakah masih sanggup melanjutkan atau malah tergeletak lemas di jalan. Atas Rahmat Allah kami semua selamat sampai tujuan.


Berawal sering melihat postingan trek dan poto-poto gowesnya Om Ade Anwar (AA) dengan tim K-Night yang sangat menarik, saya pun kerap berandai-andai bisa bersepeda bersama mereka. Ah, rasanya tak mungkin fisik dan mental bersepeda saya masih amat jauh dari mereka. Bisa-bisa bakal jadi beban dan menyusahkan yang lainnya. Toh trek yang mereka santap sering diluar kota dan saat ini tak mungkin saya menjangkaunya.

Namun sekitar sebulan yang lalu Om AA berencana mengadakan trip gowes yang masih disekitaran Bogor-Sukabumi. Yang katanya cocok untuk nyubie. Wah ini kabar baik, namun saya masih ragu dengan kemampuan gowes yang hanya biasa melewati trek MTB ringan.

Ternyata alumni Halimun Loop, Mang Yopi dan Oki pun tertarik, tanpa Ghani. Kami bertiga pun sepakat ikut trek K-Night. Sehari sebelum keberangkatan, sepeda Kang Oki bermasalah dan dia gagal ikut. Namun kami tetap bertiga, sebab Ghani memutuskan untuk ikut.


Hari Pertama; Sabtu, 21/7/2018 pukul 07.00 WIB

Kami berkumpul di PLTA Karacak, Leuwiliang, Bogor. Sesuai rencana Om AA, Sang EO pembuat trek yang merangkap sebagai pemain, secara umum perjalanan hari pertama akan menyusuri trek Kp Cengal- New Jengglong- Kp Antam- Kp Urug- Sarongge-Kp Soka- Wates via Siberani-Citorek. Dilanjut Warung Banten- Gunung Bongkok- Ciptagelar- Ciptarasa- dan berakhir di Pelabuhan Ratu.

Sehabis “nyarap”dan berdoa perjalanan pun dimulai. Saya bersama Mang Yopi, Ghani dan delapan master K-Night yakni Om AA, Om Jarwo aka Jwk, Om Vidi, Bli Nyoman, Om Elang, Om Jommy, Om Gussur, dan Om Imam mengayuh pedal bersama. Tak sampai 10 menit sarapan sesungguhya tersaji, yah  tanjakan tembok dimulai. Jangan harap trek lebar dan mulus. Yeaah bisa diatasi dengan cukup mudah.

Tak berselang lama trek semakin tipis melewati perkampungan warga yang berbatu namun tetap menanjak dan sampailah di persawahan. Disini kami grup terpecah. Om Jwk, Bli Nyoman dan Om Imam malah menyusuri rute panggul sepeda terabas hutan. Namun tenang, mereka membawa GPS tracking yang sudah terformat GPX tak mungkin nyasar.

Menurut Om AA mereka bakal melalui trek SiGenjlong. Meski saya belum pernah mencicipi trek itu, menurut kabar yang beredar, tanjakannya jauh lebih gila dari SiDemit. “Itu belum ada apa-apanya dibanding trek kita yang kita lewatin nanti di depan,” ujar OM AA.

Ujian Chapter 1
Nah loh benar saja tanjakan tembok, tekstur tanah plus batuan menghadang. Satu-persatu dari kami mencoba mendakinya. Semua gagal melibas tanjakan mengerikan ini. TunTunBike lah akhirnya. Meski TTB kami tetap menikmatinya. Senyum dan tawa menghiasi wajah kami.

Istirahat sejenak, lanjut gowes lagi. Eh dorong maksudnya. Karena trek menanjaknya masih panjang. Menemukan sedikit interval kami berusaha mengayuh pedal kembali. Istirahat, gowes semampunya, jika tak kuat TTB, begitu seterusnya. Memang sulit sebab trek yang kami lalui hanya untuk pejalan kaki dengan kanan-kiri kebun seperti tak terurus.

Ternyata yang kami lalui belum ada 10 km, padahal rasanya sudah jauh sekali. Sambil terengah-engah kami terus melanjutkan perjalanan. Hingga akhirnya menemui jalan menurun. Ngebut? Tidak juga sebab sesekali ada akar dan batu besar di trek ini.

Setelah jerih payah, keluar juga dari trek mengerikan tersebut. trek turunan menanti. Woow ternyata tembusan trek ini menuju Pabangbon. “ada lima trek menuju pabangbon. Yang kita lewati ini termasuk versi ekstreamnya,” ujar Om AA. Pantas saja, saya merasa engapnya berkali-kali lipat dari trek utama Pabangbon.

Sambil istirahat di warung persimpangan jalan, kami berharap berjumpa rombongan Om Jwk. Namun yang dinanti tak kunjung tiba, sepertinya sudah ngacir duluan. Lanjut lagi, kali ini trek aspal meski menanjak namun tak seberat trek sebelumnya.

Singkat waktu, sampailah kami di warung dekat pertigaan jalan menuju kp Antam. Disini kami seperti disambut anak-anak SD yang sekolahnya persis di depan warung. Momen yang tepat istirahat sejenak, sambil menanti kabar rombongan Om Jwk. Ternyata yang punya warung sudah kenal dengan rombongan K-Night, mantap jiwalah mereka.

Tiba-tiba ditawari pisang goreng oleh Mang Yopi, saya pikir dari yang punya warung. Ternyata Ghani yang membawanya. “Sekarang dia bawa bekel. Kapok kelaparan kaya pas Halimun Loop,” ujar Mang Yopi. “Ia jangan sampe kelaparan dihutan lagi,” timpal Ghani.

Tepat sesuai dugaan, disini kami berjumpa Om Jwk. Saya binggung kemana Bli Nyoman dan Om Imam. “Mereka ga bisa nyamain pace gowesnya Om Jwk, wajar ketinggalan. Paling mereka sortcut trek ketemu didepan nanti,” kata Om Vidi.

Saatnya menuju kp Antam, trek masih aspal mulus rolling sangat asik ngebut. Benar saja Om Jwk ngebut sekali diturunan dan menanjak, diikuti Mang Yopi, Ghani dan kami semua. Waktu hampir azan dhuzur, kami berhenti sejenak di masjid samping jalan.  Selepas sholat, stamina pulih kembali. Saatnya  tancap gas, eh pedal om.

Ujian jilid dua pun menanti, trek masih aspal, namun mulai menanjak lagi dengan cuaca yang cukup panas meski sepi kendaraan bermotor. Grup terpecah, Om Jwk terus melaju diikuti Mang Yopi dan Ghani. Saya bersama Om Jommy, Om Elang, Om Vidi, dan Om Gussur sedangkan Om AA nampaknya tertinggal cukup jauh. Wajar saja, sebab dia baru saja pulang dari Jambi, tanpa latihan langsung gowes.

Saya memperhatian trek ini, ternyata pernah melewatinya namun dari arah sebaliknya. Ini menuju Pabangbon melalui Pongkor. Berarti turunan amat sangat mengerikan yang pernah saya lewati bakal menanjak di trek ini. Makin ngeri membayangkannya jika melewati trek itu.

Benar saja terlihat trek mengerikan itu. wah ini mah pasti TTB, pikir saya. Namun Alhamdulillah rute kami tak melewati trek tersebut. Tapi disebelahnya pun terlihat tanjakan tak kalah mengerikan. Baru seperempat menanjak, turun kembali. GPX menuntun kami belok kanan melewati jalan jembatan kayu.

Digowes dikit, jembatan oleng, memang harus TTB biar aman. Sebab meleng dikit nyempung ke sungai. Disini kami benar-benar memasuki pemukiman padat dengan jalan setapak berbalut beton, menanjak dan miring sekali.  Meski menggunakan GPX kami sedikit nyasar, barulah cara Gunakan Penduduk Setempat (GPS) kami pakai.


Ujian Chapter 2
Penderitaan kembali dimulai. Dorong sepeda di tanjakan seperti ini amat sangat menyakitkan. Disini tenaga saya seperti sudah diambang batas. Yang lain masih kuat TTB, saya sudah hampir menyerah. Namun terus mencoba untuk melangkah meski amat pelan. Ada interval kami mencoba gowes kembali.

Akhirnya kami berjumpa juga dengan rombongan Om Jwk di atas sedang menikmati makanan dan ikut menyantap bekal nasi yang dibawa saat di Karacak. Disini baju jersey kami basah seperti habis di rendam air dalam ember. Sepeda menjadi jemuran dadakan kami.

Tak disangka seorang warga menyuguhkan air dalam teko. “Terima kasih banyak bu, disuguhin air,” ujar kami semua. Tak berlangsung lama terdengar teriakan semangat Om AA. Akhirnya datang kapten yang ditunggu. Istirahat sejenak langsung lanjut lagi.

Waduh masih nanjak panjang disini, padahal kami baru makan. Saya dorong saja, meski yang lain tetap digowes. Terus melaju hingga keluar dari kampung ini. Jalan sudah mulai kembali lebar dan dengan aspal agak rusak. Disinilah kami berjumpa dengan Bli Nyoman dan Om Imam yang sedang istirahat. Kami lanjut terus, sedangkan Om AA berhenti gruping dengan mereka yang istirahat.

Tanjakan tak terlalu tinggi namun amat banyak, semua mengikuti pace om Jwk. Makin lama saya tak kuat, pace saya kurangi. Bersyukur ada om Gussur dan Sweeper kami Om Vidi yang menemani saya hingga tiba di Kp Urug. Oia bukan seperti gowes lainnya, ke sini kami melalui jalan belakang yang pastinya butuh usaha lebih ketimbang jalan utama.

Tidak seperti yang saya bayangkan, ternyata kp Urug jauh lebih modern dari kampung adat semacam Baduy. Jadi tak banyak rumah adat yang kami jumpai.  Menanti rombongan Om AA, kami Istirahat cukup lama dan berpoto ria, semua anggota berkumpul juga.

Hari semakin siang perjalanan pun masih amat jauh trek selanjutnya berbalut aspal dan beton yang panjang. Menanjak terus, sedikit jalan menurun kami lalui. Meski sudah istirahat saya merasa amat lelah sekali. Terik matahari kian terasa, namun tak bisa mengeringkan baju yang basah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasionalitas Akal Mencari Tuhan

Tak menjamah Puncak Gunung Kencana. Puncak Pass pun tak Mengapa

Peta Perjalannya Manusia (bagian 1)